Kenapa Enterpreuner Secara Teori Lebih Kaya daripada Seorang Karyawan?
(Kutipan; lihat di akhir tulisan))
Ada beberapa landasan normatif untuk hal ini :
1. Enterpreuner/pengusaha “memperbutkan” 9 dari 10 pintu rezeki. Sementara karyawan hanya memperebutkan 1 dari 10 pintu rezeki. Dan kalau dilihat jumlah enterpreuner yang jauh lebih sedikit dari karyawan, hal ini makin membuat “jomplang” perbandingan tersebut.
2. Atasan seorang enterpreuner yang “bersih akidahnya” adalah Allah SWT langsung. Dia sadar bahwa perusahaan yang dia bangun bukan miliknya. Mungkin dia owner secara kasat mata, tetapi hakikatnya dia maksimal Cuma seorang CEO di perusahaannya. Karena semuanya adalah milik Allah SWT. Nah enterpreuner sebenernya pekerja, tetapi pekerja di perusahaan milik Allah SWT…. Penghasilan dia adalah Allah SWT yang menentukan. Dia nggak pernah bisa menentukan gaji yang “pasti”. Semua atas kehendak Allah. Makanya dia sangat yakin bahwa rezeki dari Allah SWT.
Beda dengan karyawan yang merasa “aman” dengan gaji…. Ah besok gajian kok… Ah besok masih ada gaji, dibayar besok aja. Ah besok kan gajian, nanti beli ini dan itu nya bisa direncanakan.
Kalau di dunia enterpreuner, semua “terkesan” tidak pasti…. Hari ini bisa untung, besar, besok bisa jeblok besar… Makanya enterpreuner seharusnya “sangat bergantung” pada Allah SWT dan bukan yang lainnya. Kalau karyawan masih punya “tempat bergantung” lain seperti gaji, bonus, perusahaan tempat dia bekerja, dll (yang sudah jelas, pasti dan bisa dihitung). Maka enterpreuner sejati, tempat bergantungnya hanya Allah SWT. Dia sadar bahwa dia bukan siapa2. Tidak bisa menentukan untung rugi.
Bahkan kadang usaha/ikhtiarnya yang luar biasa itu, bisa saja tak menghasilkan apa2 dan sebalikanya…
Makanya atas dasar tersebut, seharusnya keimanan enterpreuner lebih baik dari karyawan. Dan Allah juga memberi reward lebih, karena dia sangat bergantung kepada Allah SWT dan tidak kepada lainnya. Rewardnya berupa penghasilan yang lebih tinggi dari seorang karyawan.
“Sebuah harga keyakinan atas ketidakpastian”
3. Soal Gaji dan Naik pangkat. Jika karyawan gaji dan kepangkatannya ditentukan atasan, HRD atau komisi eksekutif, maka enterpreuner, gaji yang menentukan adalah Allah SWT langsung…. Karena dia “karyawan” dari sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Dzat penguasa alam ini, maka gajinya langsung dari langit… Dan karena langsung dari sumbernya, maka kemungkinan dia akan mendapatkan lebih besar. Lebih besar dari seorang karyawan…. Makanya gaji seorang “supervisor” di “perusahaan ini”, biasanya lebih besar daripada gaji seorang Vice President di perusahaan “orang”. Intinya, sejelek2nya usaha yang kita bangun, insya Allah (setelah melewati beberapa proses tentunya), akan lebih besar daripada penghasilan seorang eksekutif diperusahaan besar sekali pun (paling statusnya aja yang beda).
4. Enterpreuner adalah “perantara” rezeki dari Allah SWT kepada karyawannya. Makanya dana yang dialokasikan dari langit “biasanya” lebih besar lagi ke dia. Karena ada titipan untuk si fulan dan si fulan yang menjadi karyawannya. Makanya buat enterpreuner yang mengurangi hak2 karyawan. Siap2 dicekal dari langit langsung.
Apalagi kalau karyawan kita berkeluarga… wah tambah besar omset bersih kita insya Allah. Soalnya seluruh keluarga karyawan tersebut akan membantu mendo’akan kita. Istrinya akan berdo’a semoga rezeki suaminya di mudahkan Allah. Ibu dan Bapaknya akan berdo’a semoga rezeki anaknya di mudahkan Allah SWT. Wah do’a orang tua tuh insya Allah mustajab! Padahal ketika mereka mendo’akan anaknya atau suaminya, kita sebagai pemiliki perusahaan kena juga lah imbasnya. Apalagi kalau si anak tersebut Cuma bekerja diperusahaan kita. Kalau budget “rezeki” dari langit untuk si karyawan itu naik, insya Allah budget rezeki untuk perusahaan kita juga akan naik, bahkan mungkin naiknya lebih besar dari yang diberikan ke karyawan tersebut..
Itu 4 poin yang baru ketemu, semoga besok bisa menemukan hikmah lain…
Semoga menambah keimanan kita kepada Allah SWT
Hendro Tri Rachmadi
Jakarta, 22 April 2009
Dikutip dari (http://hendrotrirachmadi.wordpress.com/)
(Kutipan; lihat di akhir tulisan))
Ada beberapa landasan normatif untuk hal ini :
1. Enterpreuner/pengusaha “memperbutkan” 9 dari 10 pintu rezeki. Sementara karyawan hanya memperebutkan 1 dari 10 pintu rezeki. Dan kalau dilihat jumlah enterpreuner yang jauh lebih sedikit dari karyawan, hal ini makin membuat “jomplang” perbandingan tersebut.
2. Atasan seorang enterpreuner yang “bersih akidahnya” adalah Allah SWT langsung. Dia sadar bahwa perusahaan yang dia bangun bukan miliknya. Mungkin dia owner secara kasat mata, tetapi hakikatnya dia maksimal Cuma seorang CEO di perusahaannya. Karena semuanya adalah milik Allah SWT. Nah enterpreuner sebenernya pekerja, tetapi pekerja di perusahaan milik Allah SWT…. Penghasilan dia adalah Allah SWT yang menentukan. Dia nggak pernah bisa menentukan gaji yang “pasti”. Semua atas kehendak Allah. Makanya dia sangat yakin bahwa rezeki dari Allah SWT.
Beda dengan karyawan yang merasa “aman” dengan gaji…. Ah besok gajian kok… Ah besok masih ada gaji, dibayar besok aja. Ah besok kan gajian, nanti beli ini dan itu nya bisa direncanakan.
Kalau di dunia enterpreuner, semua “terkesan” tidak pasti…. Hari ini bisa untung, besar, besok bisa jeblok besar… Makanya enterpreuner seharusnya “sangat bergantung” pada Allah SWT dan bukan yang lainnya. Kalau karyawan masih punya “tempat bergantung” lain seperti gaji, bonus, perusahaan tempat dia bekerja, dll (yang sudah jelas, pasti dan bisa dihitung). Maka enterpreuner sejati, tempat bergantungnya hanya Allah SWT. Dia sadar bahwa dia bukan siapa2. Tidak bisa menentukan untung rugi.
Bahkan kadang usaha/ikhtiarnya yang luar biasa itu, bisa saja tak menghasilkan apa2 dan sebalikanya…
Makanya atas dasar tersebut, seharusnya keimanan enterpreuner lebih baik dari karyawan. Dan Allah juga memberi reward lebih, karena dia sangat bergantung kepada Allah SWT dan tidak kepada lainnya. Rewardnya berupa penghasilan yang lebih tinggi dari seorang karyawan.
“Sebuah harga keyakinan atas ketidakpastian”
3. Soal Gaji dan Naik pangkat. Jika karyawan gaji dan kepangkatannya ditentukan atasan, HRD atau komisi eksekutif, maka enterpreuner, gaji yang menentukan adalah Allah SWT langsung…. Karena dia “karyawan” dari sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Dzat penguasa alam ini, maka gajinya langsung dari langit… Dan karena langsung dari sumbernya, maka kemungkinan dia akan mendapatkan lebih besar. Lebih besar dari seorang karyawan…. Makanya gaji seorang “supervisor” di “perusahaan ini”, biasanya lebih besar daripada gaji seorang Vice President di perusahaan “orang”. Intinya, sejelek2nya usaha yang kita bangun, insya Allah (setelah melewati beberapa proses tentunya), akan lebih besar daripada penghasilan seorang eksekutif diperusahaan besar sekali pun (paling statusnya aja yang beda).
4. Enterpreuner adalah “perantara” rezeki dari Allah SWT kepada karyawannya. Makanya dana yang dialokasikan dari langit “biasanya” lebih besar lagi ke dia. Karena ada titipan untuk si fulan dan si fulan yang menjadi karyawannya. Makanya buat enterpreuner yang mengurangi hak2 karyawan. Siap2 dicekal dari langit langsung.
Apalagi kalau karyawan kita berkeluarga… wah tambah besar omset bersih kita insya Allah. Soalnya seluruh keluarga karyawan tersebut akan membantu mendo’akan kita. Istrinya akan berdo’a semoga rezeki suaminya di mudahkan Allah. Ibu dan Bapaknya akan berdo’a semoga rezeki anaknya di mudahkan Allah SWT. Wah do’a orang tua tuh insya Allah mustajab! Padahal ketika mereka mendo’akan anaknya atau suaminya, kita sebagai pemiliki perusahaan kena juga lah imbasnya. Apalagi kalau si anak tersebut Cuma bekerja diperusahaan kita. Kalau budget “rezeki” dari langit untuk si karyawan itu naik, insya Allah budget rezeki untuk perusahaan kita juga akan naik, bahkan mungkin naiknya lebih besar dari yang diberikan ke karyawan tersebut..
Itu 4 poin yang baru ketemu, semoga besok bisa menemukan hikmah lain…
Semoga menambah keimanan kita kepada Allah SWT
Hendro Tri Rachmadi
Jakarta, 22 April 2009
Dikutip dari (http://hendrotrirachmadi.wordpress.com/)
Komentar